Karena Terjatuh Dari Lantai 3, Mantan Tki Asal Ponorogo Ini Jalani Hidup Dengan Satu Tangan

SUARABMI.COM - Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, justru menyisakan pengalaman kelam bagi Slamet Riyadi. Betapa tidak, selama menjadi TKI di Negeri Jiran, pria 68 tahun asal Desa Kunti, Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo ini justru kehilangan bab tangan kanannya.

Slamet masih ingat betul bagaimana kecelakaan kerja yang menimpanya tahun 2004 silam kemudian itu di Malaysia. Waktu itu, ia sedang mengerjakan proyek di lantai tiga. Tiba-tiba ia terjatuh dan sebuah balok beton penyangga lantai itu roboh menimpa tangan kanannya.

Saat itu juga, ia eksklusif dilarikan ke salah satu rumah sakit. Karena tulang tangan kanannya remuk, dokter mengambil tindakan amputasi. Langkah dokter itu terpaksa ia terima.

"Setelah kondisi aku sehat, aku memutuskan pulang ke Indonesia," kata Slamet ditemui di arel persawahan di desanya di sela pekerjannya memanggul padi, Sabtu (6/4/2019).

Memang, sejak pulang ke kampung halamannya, Slamet memutuskan untuk kembali bekerja jadi buruh tani. Meskipun dengan kondisi terbatas dan tidak menyerupai buruh tani lainnya, ia tetap semangat demi menghidupi keluarganya.
[ads-post]
Bila dilihat, ketika bekerja, tumpukan padi diraihnya memakai tangan kiri. Kemudian, tumpukan padi diletakkan di bahu kirinya sembari tangan kirinya memegang erat tumpukan padi tersebut. Pelan-pelan, Slamet meletakan padi ke akrab mesin penggilingan.

"Yang penting sehat, tetap semangat bekerja," tambah Slamet.

Menurutnya, keterbatasan hanya bekerja dengan satu tangan tidak lantas menciptakan Slamet Riyadi merasa rendah diri. Justru dari kekurangan itulah terus memompa semangat untuk bekerja.

"Apalagi aku tulang punggung keluarga. Saya menghidupi dua anak dan istri saya," ungkapnya.

Slamet kembali bercerita, sepulang dari Malaysia, ia sempat frustasi karena tidak sanggup bekerja kembali menjadi tukang bangunan. Namun keluarga dan teman-temannya terus menunjukkan motivasi. Belum lagi kedua anaknya yang membutuhkan biaya pendidikan.

Sejak itulah, Slamet memutuskan menjadi buruh tani menggarap sawah orang lain. Pekerjaan yang ia jalani menyerupai mencangkul, menanam padi dan mengurus sawah.

Bahkan dengan hasil jerih payahnya itu, ia bisa menyekolahkan anaknya sampai di dingklik perguruan tinggi tinggi.

"Selagi aku masih bisa dan sehat. Anak aku harus sekolah setinggi-tingginya, biar nasibnya tidak menyerupai saya," pungkasnya.


Sumber https://www.suarabmi.com

Share
Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.

LATEST ARTICLES